Terlalu banyak tuduhan-tuduhan dusta ditujukan kepada Ibnu Taimiyyah untuk memudarkan cahaya kebaikan beliau rahimahullah. Kedustaan-kedustaan ini sebagian besarnya telah dibantah dalam sebuah disertasi untuk meraih gelar doktoral yang berjudul دَعَاوَى الْمُنَاوِئِيْنَ لِشَيْخِ الإِسْلاَمِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ (Tuduhan-Tuduhan Musuh-Musuh Ibnu Taimiyyah) yang ditulis oleh As-Syaikh Abdullah bin Sholeh bin Abdul Aziiz al-Gushn. (silahkan di download di http://waqfeya.net/book.php?bid=1876). Bahkan yang lebih sadis dari sekedar-sekedar tuduhan dusta, ternyata ada sebagian orang yang menggabungkan antara tuduhan dusta dan sekaligus mengkafirkan Ibnu Taimiyyah. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Abu Salafy yang telah menuduh Ibnu Taimiyyah dengan tuduhan palsu sekaligus menuduh Ibnu Taimiyyah sebagai gembong kaum munafik (lihat kembali https://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/117-tipu-muslihat-abu-salafy-cs-3-qtuduhan-ustadz-abu-salafy-bahwasanya-ibnu-taimiyyah-mencela-ali-dan-umarq). Disinyalir Abu Salafy dialah si Idahram yang juga tukang dusta. Ternyata gaya-gaya Abu Salafy ini hanyalah mengikuti gurunya Habib Hasan Saqqoof yang juga telah menuduh dengan tuduhan-tuduhan dusta serta mengkafirkan Ibnu Taimiyyah. Hal ini telah ditegaskan oleh Habib Wahabi Alawi bin Abdil Qodir As-Saqoof, beliau berkata : “Dahulu saya pernah membaca beberapa buku karya Hassaan bin Ali As-Saqqoof, akan tetapi seingatku saya tidak pernah selesai membaca satu bukupun dari buku-buku tersebut karena saya terasa muak dan merinding tatkala melihat celaan, ejekan, hinaan, dan makiannya terhadap para imam Ahlus Sunnah. Kemudian terakhir-terakhir ini tatkala saya mendengar suatu tayangan di channel Mustaqillah dimana dia telah mengkafirkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah maka sayapun turut berpartisipasi untuk membantahnya…” (‘Abats Ahil Ahwaa’ bi Turoots al-Ummah hal 5-6, silahkan download di http://waqfeya.net/book.php?bid=5414)
Ternyata isu tentang pencelaan Ibnu Taimiyyah sudah ada sejak dulu. Ada salah seorang musuh Ibnu Taimiyyah yang berkata bahwasanya barangsiapa yang mengatakan Ibnu Taimiyyah adalah Syaikhul Islam maka ia telah kafir. Bukan hanya Ibnu Taimiyyah yang dikafirkan, bahkan semua yang mengatakan Ibnu Taimiyyah sebagai Syaikhul islam maka telah kafir.
(Hal ini mengingatkan saya pada Abu Salafy dan konco-konconya yang sering menuduh kaum wahabi sebagai khawarij, ternyata justru mereka yang begitu mudah mengkafirkan kaum wahabi). Untuk membantah perkataan ini maka tegaklah seorang ulama dari madzhab As-Syafi’iah yang bernama Ibnu Nashiruddin Ad-Dimasyqi (wafat 842 H) menulis sebuah risalah yang sangat baik dengan judul الرَّدُّ الْوَافِرُ عَلَى مَنْ زَعَمَ أَنَّ مَنْ سَمَّى ابْنَ تَيْمِيَّةَ شَيْخَ الإِسْلاَمِ كَافِرٌ (Bantahan yang cukup terhadap orang yang menyangka barang siapa yang menggelari Ibnu Taimiyyah sebagai Syaikhul Islam maka telah kafir- bisa di download di http://kotubcom.blogspot.com/2011/02/pdf_2275.html (cetakan lama).
Dan dalam risalahnya ini Ibnu Nashiruddin As-Syafi’i menyebutkan pujian sekitar 85 ulama besar dari berbagai madzhab, madzhab Hanafi, madzhab Maliki, madzhab Syafi’i dan madzhab Hanbali. Setelah itu Ibnu Nashiruddin berkata :
“Sungguh kami tidak menyebutkan jumlah yang banyak dari kalangan para ulama yang menyatakan akan keimaman Ibnu Taimiyyah dan juga sikap zuhud dan waro’ beliau” (Ar-Rod al-Waafir hal 74, dan bagi para pembaca yang ingin melihat pujian-pujian para ulama terhadap Ibnu Taimiyyah maka silahkan mendownload kitab الْجَامِعُ لِسِيْرَةِ شَيْخِ الْإِسْلاَمِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ bisa didownload di http://www.waqfeya.com/book.php?bid=1000)
Sebagaimana kitab Idahram yang berisi kedustaan terang-terangan dan tuduhan dusta kepada wahabiyah diberi pengantar oleh DR Said Aqiel Siradj maka risalah Ar-Rod Al-Waafir yang membela Ibnu Taimiyyah (yang dianggap dedengkot wahabi oleh para pembenci wahabi) juga diberi pengantar oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqolaani rahimahullah. Risalah Ar-Rod Al-Waafir selain mencantumkan sekitar 85 ulama yang menyatakan Ibnu Taimiyyah sebagai imam, risalah ini juga diberi pengantar oleh para ulama besar, diantaranya Al-Haafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolaaniy Asy-Syafii yang telah memuji risalah ini, dan telah memuji kepada Ibnu Taimiyyah dengan pujian setinggi langit. Berikut ini saya terjemahkan kata pengantar beliau :
((Segala puji bagi Allah, dan keselamatan bagi hamba-hambaNya yang telah Ia pilih. Aku telah melihat tulisan yang bermanfaat ini, yang merupakan kumpulan untuk maksud-maksud (tujuan-tujuan) yang telah dikumpulkan oleh pengumpulnya. Maka jelas bagiku luasnya Imam yang telah menulis tulisan ini serta kedalamannya terhadap ilmu-ilmu yang bermanfaat yang diagungkan dan dimuliakannya di antara para ulama.
Dan tersohornya keimaman As-Syaikh Taqiyyuddin (*Ibnu Taimiyyah) lebih tersohor daripada matahari. Dan penggelaran beliau dengan Syaikul Islam tetap terjaga di lisan-lisan yang suci sejak zaman beliau hingga saat ini , dan akan terus lestari hingga hari esok sebagaimana hari yang lalu. Tidak ada yang mengingkari hal ini kecuali hanyalah orang jahil (dungu) atau orang yang menjauhi sikap adil. Maka sungguh berat dan betapa besar keburukan orang yang melakukan hal tersebut (*menyatakan kafirnya orang yang menggelari Ibnu Taimiyyah sebagai Syaikhul Islam). Hanya kepada Allahlah kita memohon –dengan anugerah dan karuniaNya- agar menjaga kita dari keburukan diri-diri kita dan akibat-akibat buruk dari lisan-lisan kita.
Kalau seandainya tidak ada keutamaan yang dimiliki oleh Ibnu Taimiyyah kecuali hanya apa yang diingatkan oleh Al-Haafiz yang tersohor yaitu ‘Alamuddiin Al-Barzaaly dalam kitab “Taarikh” nya (*maka sudah cukup) yaitu bahwasanya tidak pernah terjadi dalam sejarah Islam seseorang yang tatkala meninggal maka berkumpulah manusia yang begitu banyak sebagaimana pada jenazah As-Syaikh Taqiyyuddin (Ibnu Taimiyyah). Dan beliau mengisyaratkan bahwasanya jenazah Imam Ahmad tatkala itu dihadiri oleh sangat banyak orang (*di kota Baghdad), dihadiri oleh ratusan ribu orang. Akan tetapi seandainya jika di kota Damaskus (*tempat wafatnya Ibnu Taimiyyah) jumlah penduduknya seperti jumlah penduduk kota Baghdad atau bahkan berlipat-lipat ganda dari jumlah penduduk kota Baghdad maka tidak seorangpun dari penduduk yang tidak menghadiri janazah Ibnu Taimiyyah. Selain itu seluruh penduduk Baghdad –kecuali hanya sedikit-, mereka seluruhnya meyakini keimaman Imam Ahmad. Dan gubernur kota Baghdad dan juga Khalifah/Raja pada waktu itu sangat mencintai dan mengagungkan Imam Ahmad.
Berbeda halnya dengan Ibnu Taimiyyah. Gubernur Damaskus sedang tidak ada di tempat tatkala wafatnya Ibnu Taimiyyah, dan (juga) mayoritas ahli fikih di Damaskus tatkala itu menentang Ibnu Taimiyyah hingga akhirnya Ibnu Taimiyyah meninggal dalam keadaan di penjara di Qol’ah. Meskipun demikian tidak seorangpun dari para ahli fikih tersebut yang tidak menghadiri jenazah Ibnu Taimiyyah dan mendoakan rahmat baginya dan turut berduka cita. Kecuali hanya tiga orang yang tidak ikut serta karena mereka mengkhawatirkan diri mereka dari (gangguan) masyarakat umum (*karena ketiga orang ini sangat dikenal oleh masyarakat membenci dan menentang Ibnu Taimiyyah-pen). Dan meskipun telah berkumpul jumlah manusia yang begitu banyak akan tetapi tidaklah ada yang mendorong mereka untuk berkumpul kecuali karena keyakinan mereka terhadap keimaman Ibnu Taimiyyah dan keberkahannya. Mereka berkumpul bukan karena diperintahkan oleh penguasa, dan juga bukan karena sebab yang lain. Dan telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda :
أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللهِ فِي الأَرْضِ
“Kalian adalah saksi-saksinya Allah di dunia”
Sungguh sekumpulan ulama telah berulang kali menentang As-Syaikh Taqiyyuddin Ibnu Taimiyyah disebabkan beberapa perkara ushul maupun furu’ yang mereka ingkari dari Ibnu Taimiyyah. Bahkan telah diadakan beberapa majelis (*untuk mendebat/menyidang) Ibnu Taimiyyah dikarenakan hal tersebut di kota Qohiroh dan Damaskus, akan tetapi tidak diketahui ada seorangpun dari mereka yang berfatwa bahwa ibnu Taimiyyah zindiq atau menghalalkan darah Ibnu Taimiyyah, padahal tatkala sebagian orang-orang kerajaan begitu keras menentang beliau, hingga akhirnya beliau dipenjara di Qohiroh kemudian dipenjara di Damaskus. Meskipun demikian seluruh mereka mengakui keluasan ilmu beliau, tingginya sikap zuhud dan waro’ beliau, kedermawanan dan keberanian beliau, serta perkara-perkara yang lain yang merupakan bentuk perjuangan beliau membela Islam dan berdakwah di jalan Allah ta’aala baik secara terang-terangan maupun secara diam-diam.
Maka lantas bagaimana tidak ada pengingkaran terhadap orang yang menyatakan bahwasanya beliau kafir??, bahkan terhadp orang yang mengkafirkan orang yang menamakan Ibnu Taimiyyah sebagai Syaikhul Islam??. Dan tidak ada dalam penamaan beliau dengan Syaikhul Islam menkonsekuensikan pengkafiran. Karena sesungguhnya beliau tanpa diragukan lagi adalah salah seorang Syaikh dari para syaikh-syaikh Islam pada masanya. Dan permasalahan-permasalahan yang diingkari dari beliau tidaklah beliau mengucapkannya dengan hawa nafsu, dan beliau tidaklah bersih keras pendapat dengan permasalahan-permasalahan tersebut kecuali setelah tegaknya dalil-dalil atas pendapat beliau tersebut.
Lihatlah tulisan-tulisan karya beliau penuh dengan bantahan terhadap orang yang menyatakan tajsiimnya Allah dan beliau berlepas diri dari orang tersebut. Meskipun demikian beliau adalah manusia biasa, benar dan bersalah. Dan perkara-perkara yang beliau benar lebih banyak, karenanya diambil faedah dari beliau dan dioakan rahmat Allah bagi beliau. Adapun kesalahan-kesalahan beliau maka tidak boleh ditaqlidi, akan tetapi beliau ma’dzuur (diberi udzur) karena para imam di masa beliau mengakui bahwasanya telah terpenuhi pada beliau sarana-sarana untuk berijtihad. Bahkan orang yang paling menentang beliau dan berusaha memberi kemudhorotan kepada beliau –yaitu Syaikh Jamaaluddin Az-Zamlakaani- juga telah mengakui hal itu (bahwasanya Ibnu Taimiyyah mujtahid). Demikian juga Syaikh Sodruddin bin Al-Wakiil yang tidak ada yang kokoh dalam berdialog dengannya (juga mengakui Ibnu Taimiyyah seorang mujtahid).
Dan yang paling menakjubkan bahwasanya Ibnu Taimiyyah adalah termasuk orang yang paling gigih menentang Ahlul Bid’ah, Syi’ah Rofidhoh, Al-Hululiyah, dan Al-Ittihaadiyah (paham wihdatul wujud). Tulisan-tulisan beliau tentang hal ini banyak dan terkenal, serta fatwa-fatwa beliau tentang mereka tidak terhingga. Maka sungguh akan menyenangkan mereka jika mereka mendengar akan kafirnya Ibnu Taimiyyah, dan sungguh mereka akan bergembira jika mereka melihat ada ahli ilmu yang mengkafirkan ibnu Taimiyyah. Maka wajib bagi orang yang memiliki ilmu dan memiliki akal untuk mengamati perkataan-perkataan Ibnu Taimiyyah dari buku-buku karya beliau yang tersohor. Atau dari Ahlus Sunnah yang tsiqoh (terpercaya) dari kalangan ahli periwayatan/penukilan sehingga ia bisa benar-benar memperoleh perkara-perkara yang ia ingkari dari Ibnu Taimiyyah, lalu hendaknya ia memperingatkan umat dari kesalahan-kesalahan tersebut, dengan maksud untuk memberi nasehat, serta memuji Ibnu Taimiyyah dengan menyebutkan keutamaan-keutamaan beliau pada perkara-perkara yang Ibnu Taimiyyah berada di atas kebenaran, sebagaimana kebiasaan (yang dilakukan pada) para ulama selain Ibnu Taimiyyah (*yaitu kesalahan mereka diperingatkan dengan tetap memuji mereka-pen).
Kalau saja Ibnu Taimiyyah tidak punya keistimewaan yang terpuji kecuali hanya seorang muridnya yang tersohor As-Syaikh Syamsuddin Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah penulis buku-buku yang bermanfaat dan menggembirakan yang telah memberi manfaat kepada kawan dan lawan, maka hal ini sudah sangat cukup untuk menunjukkan agungnya kedudukan Ibnu Taimiyyah.
Lantas bagaimana lagi jika para imam di zamannya dari kalangan madzhab syafiiah dan yang lainnya –apalagi para ulama madzhab hanbali- telah mengakui keterdepanan beliau dalam ilmu-ilmu dan keistimewaan beliau dalam manthuq dan mafhuum. Setelah semua kelebihan ini maka tidaklah dipandang dan tidak dijadikan pegangan orang yang menyatakan bahwa beliau kafir atau kafirnya orang yang menamakan beliau syaikhul Islam. Bahkan wajib untuk mencegahnya dari mengucapkan hal ini hingga ia kembali kepada al-hak dan tunduk kepada kebenaran.
Dan Allah-lah yang berfirman dengan kebenaran dan memberi petunjuk kepada jalan yang lurus, dan cukuplah Allah sebagai penolong bagi kita dan Dialah sebaik-baik tempat bersandar.
Diucapkan dan ditulis oleh Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajr AsSyafi’I –semoga Allah memaafkannya- pada hari jum’at tanggal 9 Rabiul Awwal tahun 835 H sambil memuji Allah dan bersholawat dan bersalam kepada Rasulullah Muhammad dan keluarganya)). Demikian kata pengantar yang ditulis oleh Ibnu Hajr Al-‘Asqolaani terhadap risalah Ar-Rod Al-Waafir hal 77-79
Sungguh pujian setinggi langit yang diberikan oleh Al-Haafiz Ibnu Hajar kepada Ibnu Taimiyyah. Kesimpulan dari pernyataan-peryataan beliau adalah :
Pertama : Ibnu Taimiyyah berhak untuk digelari Syaikhul Islam, dan gelar ini akan terus lestari. Dan hanya orang dungu saja atau orang yang tidak adil yang mengingkari gelar ini bagi beliau
Kedua : Tidak pernah ada jenazah yang dihadiri dengan jumlah yang begitu banyak sebagaimana janazah Ibnu Taimiyyah. Disebutkan dalam Adz-Dzail ‘alaa tobaqoot Al-Hanaabilah (2/407) bahwasanya yang menghadiri janazah Ibnu Taimiyyah tatkala itu sekitar 200 ribu kaum lelaki dan sekitar 15 ribu kaum wanita
Ketiga : Cukuplah satu saja murid beliau –yaitu Ibnul Qoyyim- menjadi bukti akan luas dan dalamnya ilmu Ibnu Taimiyyah.
Keempat : Ibnu Taimiyyah adalah termasuk orang yang paling gigih menentang dan membantah Ahlul Bid’ah dan Syi’ah Roofidhoh
Kelima : Ibnu Taimiyyah diakui oleh lawan-lawannya sebagai seorang mujtahid
Keenam : Lawan-lawan Ibnu Taimiyyah mengakui keterdepanan ilmu beliau, zuhud, waro’, kedermawanan, serta keberanian beliau.
Demikianlah diantara keistimewaan-keistimewaan Ibnu Taimiyyah yang disebutkan oleh Ibnu Hajar. Tentunya masih banyak keistimewaan beliau, jihad beliau, serta karomat-karomat beliau sebagaimana termaktub dalam buku-buku yang menjelaskan tentang biografi beliau.
Pujian Ulama Syafi’iyah Selain Ibnu Hajar kepada Ibnu Taimiyyah
Sebagian besar warga muslim Indonesia bermadzhab As-Syafi’iyah, bahkan orang-orang yang memusuhi kaum Wahabi di tanah air kebanyakannya juga mengaku pengikut madzhab Asy-Syafiiyah. Tentunya Ibnu Taimiyyah adalah salah seorang ulama yang dituduh oleh mereka sebagai dedengkot wahabi.
Karenanya saya sangat berharap agar mereka meninjau kembali permusuhan mereka. Lihatlah Ibnu Nashiruddin Ad-Dimasyqi yang membela habis Ibnu Taimiyyah juga dari madzhab Syafiiyah. Kemudian Ibnu Hajar salah seorang ulama terkemuka dari madzhab Syafii juga memuji Ibnu Taimiyyah setinggi langit dan membantah orang yang mencela Ibnu Taimiyyah. Dan masih banyak ulama-ulama syafiiyah yang lainnya yang memuji Ibnu Taimiyyah. Berikut ini saya akan menyampaikan pujian-pujian setinggi langit dari para ulama besar madzhab syafiiyah, agar mereka para pembenci kaum wahabi bisa mencontohi ulama mereka.
Pertama : Al-Haafizh Abul Fath Al-Ya’muri As-Syafii (penulis kitab عُيُوْنُ الأَثَرِ فِي فُنُوْنِ الْمَغَازِي وَالشَّمَائِلِ وّالسِّيَرِ, wafat pada tahun 734 H, lihat Ad-Duror Al-Kaaminah 4/330), beliau berkata :
وَكَادَ يَسْتَوْعِبُ السُّنَنَ وَالآثَارَ حِفْظاً، إِنْ تَكَلَّمَ فِي التَّفْسِيْرِ فَهُوَ حَامِلُ رَايَتِهِ، أَوْ أَفْتَى فِي الْفِقْهِ فَهُوَ مُدْرِكُ غَايَتَهُ، أَوْ ذَاكِرٌ بِالْحَدِيث فهو صاحب علمه وذو روايته، أو حاضر بالنِّحل والملل لم يُر أوسع من نِحْلَتِه في ذلك ولا أرفع من درايته، برز في كل فنٍّ على أبناء جنسه، ولم ترَ عينُ مَن رآه مثلَه، ولا رأتْ عينُه مثلَ نفسِه
“Beliau (*Ibnu Taimiyyah) menguasai hadits-hadits dan atsar-atsar dengan hafalan, jika beliau berbicara tentang tafsir maka beliau adalah pembawa bendera ilmu tafsir, atau jika beliau berfatwa dalam fikih maka beliau tahu puncak ilmu fikih, atau tatkala ia menyebutkan hadits maka beliau adalah pemiliki ilmu hadits dan periwayatannya, atau tatkala menyebutkan tentang ilmu aliran dan agama maka tidak dilihat ada orang yang lebih luas ilmunya daripada beliau dan tidak ada yang lebih tinggi pengetahuannya. Beliau unggul pada seluruh cabang ilmu di atas orang-orang yang sebangsa beliau. Dan orang yang pernah melihatnya tidak pernah melihat orang lain yang semisalnya, dan dia sendiri tidak pernah melihat orang yang seperti dirinya” (Ajwibah Ibni Sayyid An-Naas Al-Ya’muri ‘an su’aalaat Ibni Abiik Ad-Dimyathi 2/221 tahqiq DR Muhammad Ar-Rowandi, sebagaimana dinukil dalam Al-Jaami’ li Siirh Syaikhil Islaam hal 188)
Kedua : Abul Hajjaaj Yusuf bin Abdirrahman Al-Mizziy As-Syafi’i (salah satu Imam Al-Jarh wa at-Ta’diil, penulis kitab Tahdziibul Kamaal, wafat 742 H)
Beliau berkata :
مَا رَأَيْتُ مِثْلَهُ وَلاَ رَأَى هُوَ مِثْلَ نَفْسِهِ، وَمَا رَأَيْتَ أَحَداً أَعْلَمَ بِكِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِهِ وَلاَ أَتْبَعَ لَهُمَا مِنْهُ
“Aku tidak pernah melihat yang seperti beliau, dan dia sendiri tidak pernah melihat orang yang semisalnya, dan aku tidak pernah melihat seorangpun lebih berilmu tentang al-Qur’an dan sunnah Rasulullah dan lebih menjalankan Al-Qur’an As-Sunnah daripada dia” (Tobaqoot Ulamaa Al-Hadiits 4/283)
Ketiga : Kamaaluddin Abul Ma’aali Muhammad bin Ali Az-Zamlakaani As-Syafi’i (wafat 728 H), beliu berkata :
كَانَ إِذَا سُئِلَ عَنْ فَنٍّ مِنَ الْعِلْمِ ظَنَّ الرَّائِي وَالسَّامِعُ أَنَّهُ لاَ يَعِرْفُ غَيْرَ ذَلِكَ الْفَنِّ
“Jika Ibnu Taimiyyah ditanya tentang salah satu cabang ilmu maka orang yang melihat dan mendengar (jawabannya) menyangka bahwa Ibnu Taimiyyah tidak mengetahui cabang ilmu yang lain” (Syadzaroot Adz-Dzahab 8/144), maksud beliau yaitu karena terlalu hebatnya Ibnu Taimiyyah dalam bidang ilmu tersebut, sehingga seakan-akan Ibnu Taimiyyah menghabiskan umurnya untuk mempelajari satu bidang ilmu saja dan tidak mempelajari bidang ilmu-ilmu yang lain. Akan tetapi ternyata kehebatan ini berlaku pada seluruh bidang ilmu.
Az-Zamlakaani memuji Ibnu Taimiyyah dalam syairnya :
هُوَ حُجَّةٌ لله قَاهِرَة هُوَ بَيْنَنَا أُعْجُوْبَة ُالدَّهْرِ
“Dia adalah hujjah milik Allah yang menguasai…..dia diantara kita adalah keajaiban zaman”
Imam Ibnu Katsiir As-Syafii menyebutkan bahwasanya Az-Zamlakaani memuji Ibnu Taimiyyah dengan syair ini padahal tatkala itu umur Ibnu Taimiyyah sekitar 30 tahun (lihat Al-Bidaayah wa an-Nihaayah 18/298)
Keempat : Abu Hayyaan Al-Andalusi An-Nahwi As-Syafi’i, penulis kitab tafsir Al-Bahr Al-Muhiith, dahulunya beliau bermadzhab Maliki kemudian berpindah ke madzhab As-Syafii dan mengarang sebuah kitab yang berjudul الوَهَّاجُ فِي اخْتِصَارِ الْمِنْهَاجِ لِلنَّوَوِي (lihat muqoddimah tafsiir al-Bahr Al-Muhiith 1/57), wafat tahun 745 H. Beliau pernah berkata ; “Kedua mataku tidak pernah melihat yang semisal Ibnu Taimiyyah”, lalu beliau memuji Ibnu Taimiyyah dalam untaian syairnya, diantaranya beliau berkata :
قام ابنُ تيمية في نصر شِرْعَتِنَا مَقامَ سَيِّدِ تَيْمٍ إذْ عَصَتْ مُضَرُ
فأظهرَ الحقَّ إذْ آثارُهُ دَرَستْ وأخمدَ الشَّرَّ إذ طارتْ له الشَّرَرُ
“Tegaklah Ibnu Taimiyyah dalam memperjuangkan syari’at kita…
Sebagaimana Pemimpin Kabilah Taimi (yaitu Abu Bakar As-Shiddiq) tatkala kabilah Mudhor membangkang (menjadi murtad)
Maka Ibnu Taimiyyahpun menampakan kebenaran tatkala atsar dari kebenaran telah lenyap…
Dan iapun memadamkan keburukan seteleh keburukan merajalela”
Kelima : Adz-Dzhabi As-Syaafii, beliau berkata ;
فَلَوْ حَلَفْتُ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْمَقَامِ، لَحَلَفْتُ: أَنِّي مَا رَأَيْتُ بِعَيْنَيَّ مِثْلَهُ، وَأَنَّهُ مَا رَأَى مِثْلَ نَفْسِهِ
“Kalau aku bersumpah diantara hajar aswad dan maqom Ibrahim maka aku sungguh akan bersumpah : Aku tidak pernah melihat dengan dua mataku ini yang semisal Ibnu Taimiyyah, dan diapun tidak pernah melihat yang semisal dirinya” (Adz-Dzail ‘alaa Tobaqoot Al-Hanaabilah karya Ibnu Rojab 2/390)
Keenam : Ibnu Daqiiq Al-‘Ieed As-Syafii, beliau pernah ditanya tentang Ibnu Taimiyyah setelah bertemu dengan Ibnu Taimiyyah, maka beliau berkata :
رَأَيْتُ رَجُلاً سَائِرُ الْعُلُوْمِ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، يَأْخُذُ مَا شَاءَ مِنْهَا وَيَتْرُكُ مَا شَاءَ
“Aku telah melihat seorang yang seluruh ilmu berada di hadapan kedua matanya, ia mengambil apa yang dia sukai dari ilmu-ilmu tersebut dan meninggalkan apa yang ia sukai” (Syadzaroot Adz-Dzahab 8/146)
Ketujuh : ‘Imaadudiin Ahmad bin Ibrahim, Syaikh Al-Hazzamiyah Al-Washithy Asy-Syafi’i (wafat 711 H), beliau berkata :
“Demi Allah kemudian demi Allah kemudian demi Allah tidak pernah terlihat dibawah langit ini yang seperti guru kalian Ibnu Taimiyyah dari sisi ilmu, amal, kondisi, akhlak, itiibaa’, kedermawanan, kebijaksanaan, dan penegakan terhadap hak Allah ta’aala tatkala dilanggar keharaman. Beliau adalah orang paling benar aqidahnya dan yang paling benar ilmu dan tekadnya, dan yang paling semangat dan paling cepat dalam membela kebenaran dan menegakkannya, dan orang yang tangannya paling pemurah, dan yang paling sempurna ittiba’nya (keteladanannya) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami tidak pernah melihat di zaman kami ini seseorang yang nampak kenabian muhammadiah serta sunnah-sunnahnya dari perkataan dan perbuatannya kecuali orang ini (Ibnu Taimiyyah), dan hati yang bersih mempersaksikan bahwasanya ini adalah ittibaa’ yang sesungguhnya” (Syadzaroot Adz-Dzahab 8/144)
Kedelapan : Abdullah bin Hamid As-Syafii, beliau pernah menulis kepada Abdullah bin Rusyaiq (warrooq/penulis Ibnu Taimiyyah/semacam sekertaris), ia berkata :
“Dan sebelum saya menemukan pembahasan-pembahasan Imam Dunia (*Ibnu Taimiyyah) rahimahullah, saya telah menelaah kitab-kitab para penulis terdahulu, dan aku telah melihat perkataan para mutaakhirin dari kalangan ahli filsafat, maka aku mendapatinya terdapat kebatilan-kebatilan dan keraguan-keraguan yang tidak pantas untuk terbetik di hati seorang muslim yang lemah apalagi seorang yang agamanya kuat. Sungguh meletihkan dan menyedihkan hatiku tatkala aku melihat orang-orang besar bisa terbawa ke pemikiran-pemikiran yang lemah dan rendah yang pemeluk umat ini tidak akan meyakini kebenarannya. Akupun memeriksa sunnah yang murni di buku-buku para ahli filsafat pengikut madzhab Imam Ahmad secara khusus karena mereka tersohor dengan keteguhan mereka memegang perkataan-perkataan Imam mereka (Imam Ahmad) dalam masalah pokok-pokok aqidah, akan tetapi aku tidak mendapatkan dari mereka apa yang mencukupi. Aku melihat mereka kontradikisi tatkala mereka menetapkan landasan-landasan yang ternyata bertentangan dengan apa yang mereka yakini. Atau mereka meyakini perkara yang bertentangan dengan konsekuensi dari dalil-dalil mereka. Jika aku mengumpulkan antara pendapat-pendapat Mu’tzilah, Asya’iroh, dan Hanabilah Baghdad, serta Karomiyahnya Khurosaan maka aku melihat bahwasanya ijmaak (consensus) para ahli filsafat dalam satu permasalahan bertentangan dengan apa yang ditunjukkan oleh dalil akal dan naql (Al-Qur’an dan As-Sunnah), maka hal ini membuat aku tidak suka dan menjadikanku bersedih dengan kesedihan yang tidak mengetahui hakekat kesedihanku kecuali Allah. Hingga akupun menderita tatkala menghadapi perkara ini dengan penderitaan yang sangat berat, yang aku tidak mampu untuk menjelaskan sedikit penderitaanku itu.
Akupun bersandar kepada Allah ta’aala dan aku merendah kepadaNya, lalu aku berlari ke lahiriahnya nas-nas dan aku menemukan pemikiran-pemikiran yang berbeda-beda dan demikian pula takwilan-takwilan yang dibuat-buat, maka fitroh ini tidak mau menerimanya. Lalu fitrohku bergantung kepada kebenaran yang jelas dalam pokok-pokok permasalahan, akan tetapi aku tidak berani terang-terangan untuk berpendapat dan menancapkan aqidahku diatasnya karena aku tidak menemukan adanya atsar dari para imam dan para salaf terdahulu. Hingga akhirnya Allah mentaqdirkan aku untuk menemukan kitab-kitab karya Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelang wafatnya beliau. Maka aku mendapatkan di dalamnya sesuatu yang menakjubkanku dimana fitrohku sepakat dengan apa yang terdapat di dalamnya, serta penyandaran kebenaran kepada para imam sunnah dan para salaf, disertai dengan keserasian antara akal dan dalil. Maka akupun terpaku karena sangat senang dengan kebenaran, dan gembira dengan ditemukannya apa yang aku cari-cari yang jika hilang maka tidak ada gantinya. Maka jadilah kecintaan terhadap Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjadi sesuatu yang harus, yang aku tidak mampu untuk mengungkapkan kecintaanku kepadanya meskipun hanya sedikit, walaupun aku sudah berusaha dengan sebaik-baiknya” (Risaalah min Abdillah bin Haamid ilaa Abdillah bin Rusyaiq, dan risalah ini terlampirkan dalam kitab al-‘Uquud ad-Durriyah hal 307)
Kesembilan : Ibnu Katsiir (penulis kitab Tafsiir Al-Qur’aan al-‘Adziim). Beliau berkata :”Telah ditulis banyak buku tentang biografi beliau, dan sejumlah dari kalangan orang-orang yang mulia dan selain mereka juga menulis biografi beliau. Dan kami akan menuliskan biografi singkat tentang manaqib beliau, keutamaan-keutamaan beliau, keberanian, kedermawanan, nasehat beliau, zuhudnya beliau, ibadah beliau, ilmu beliau yang banyak…” (Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 18/302)
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 19-01-1433 H / 14 Desember 2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com